Translator

Minggu, 28 Oktober 2012

Riwayat Singkat al-Baqillani


TEOLOGI AL-BAQILLANI
Muhammad Ibn al-Tayyib Ibn Muhammad Abu Bakar al-Baqillani (Wafat 1013 M) adalah satu di antara pengikut yang terpenting di dalam ajaran Ash‘ariyah. Muhammad bin at-Thayib bin Muhammad bin Ja’far, salah seorang ulama besar di bidang ilmu kalam, menyusun pemikiran-pemikiran al-Ash‘ari, memaparkan muqaddimah-muqaddimah argumentasi akal bagi tauhid meski terkadang berlebih-lebihan karena muqaddimah-muqaddimah tersebut tidak terdapat dalam al-Qur`an dan sunnah. Kemudian dia berhenti pada madzhab salaf dan menetapkan seluruh sifat seperti wajah dan kedua tangan secara hakiki dan membatalkan macam-macam takwil yang dipakai oleh ahli ta’wil. Ini dia tulis dalam kitabnya Tamhid al-Awail wa Talkhis ad-Dalail.[1]
Metode Ash‘ariyah yang moderat mengalami pergeseran mendekati metode Mu‘tazilah, sehingga metode rasional lebih dominan. Menurut Jalal Musa, adanya pergeseran ini disebabkan adanya sikap berlebihan dari sebagian tokoh salaf yang dengan ketat berpegang kepada teks wahyu secara harfiah, sehingga dianggap berbahaya bagi akidah Islam. Pergeseran ini dimulai sejak al-Baqillani (w. 401 H), yang oleh sementara ahli dianggap sebagai tokoh Ash‘ariyah kedua.
Al-Baqillani, seorang dialektikus terkenal Ashariyah, karena banyak terlibat diskusi dengan pihak Mu‘tazilah dan pendeta Kristen, yang banyak menggunakan metode rasional, tetapi sampai menyerap hasil pemikiran filsafat Yunani dan menjadikannya sebagai dasar-dasar argumentasi rasional dalam masalah akidah. Bahkan dia mewajibkan iman kepada dasar-dasar tersebut. Di antara dasar-dasar itu ialah: bahwa alam terdiri atas aksiden; aksiden tidak mampu bertahan sampai dua detik dan sebagainya. Meskipun demikian, al-Baqillani sama sekali tidak melupakan metode tekstual. Memang dalam kitab al-Tamhid (Pendahuluan), al-Baqillani sama sekali tidak memasukkan argumen tekstual, sehingga murni rasional. Tetapi dalam kitabnya yang lain, al-Inshaf, dia mempergunakan argumen rasional dan tekstual secara bersamaan dalam setiap masalah .
Selain itu, al-Baqillani, sebagaimana Ash’ari, juga menetapkan ayat-ayat dan hadis mutashabihat sebagai sifat-sifat Tuhan dengan “bila kayf” (tanpa diketahui bagaimanaya) dengan mengemukakan dalil naql. Meskipun al-Baqillani telah membawa metode Ash’ariyah kepada rasionalitas yang lebih tinggi, namun menurut Abdurrahman Badawi, dia masih awam mengenai logika Aristoteles, karena dalam argumen-argumennya belum ditemukan terminologi logika tersebut. Badawi menilai al-Baqillani hanya mempergunakan logika yang digunakan di kalangan ulama ushul al-fiqh, seperti tentang qiyas yang diterapkan dalam akidah .
Al-Baqillani adalah seorang pengikut yang tidak begitu saja menerima ajaran-ajaran al- Ash‘ari . Dalam beberapa hal ia tidak sepaham dengan Ash‘ari seperti yang diungkapkan sebagai berikut :
·       Sifat Allah
Bagi al-Baqillani, sifat Allah yang kita sebut bukanlah sifat tapi hal, sesuai dengan pendapat Abu Hasyim dari Mu’tazilah, sungguhpun ia pada mulanya mempunyai pendapat yang berbeda. Dalam hal ini al-Baqillani mengambil bentuk peniadaan sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa-apa yang disebut sifat Tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang mempunyai wujud tersendiri di luar zat Tuhan, tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan.
Dalam kitab tersebut ia membicarakan hal-hal yang perlu dipelajari sebelum memasuki ilmu kalam, antara lain pembicaraan tentang jauhar fard (atom), ‘arad, cara pembuktiannya. Juga ia menyinggung kepercayaan agama macam-macam yang kesemuanya bersifat pengantar. Al Baqillani mengambil teori atom yang telah dibicarakan aliran mu‘tazilah dan dijadikan dasar penetapan adanya kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas. Alam ini baginya adalah kumpulan jauhar (benda tunggal) yaitu bagian yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, akan tetapi benda-benda tunggal tersebut tidak terdapat dalam wujud, kecuali sesudah dibubuhi ‘arad{. Jisim, yaitu benda tersusun, terjadi dari gabungan benda-benda tunggal (jauhar) tersebut.
Jauhar adalah sesuatu yang mungkin bisa wujud dan bisa tidak wujud, seperti halnya ‘arad dan jism. Kesemuanya dijadikan Tuhan (diciptakan).  Penciptaan ini terus menerus ada, karena arad, ‘Arad{ dan jisim tidak mungkin terdapat lebih dari satu waktu (detik). Kalau Tuhan berhenti tidak menciptakan lagi, maka semua yang ada disini akan musnah.
Menurut Al-Baqillani tiap-tiap ‘arad{ mempunyai lawan ‘arad{ pula. Misalnya hidup lawannya mati, baik lawannya buruk, panas lawannya dingin, dan seterusnya. Dua ‘arad{ yang berlawanan tidak mungkin berkumpul pada sesuatu benda dari satu segi dan pada satu waktu (bersamaan waktu), meskipun terjadi pergantian ‘arad{ yang berlawanan tersebut pada suatu benda. Akibat penting dari pendapat tersebut ialah bahwa dalam alam ini tidak ada hukum yang pasti, sebagaimana yang dikatakan aliran mu‘tazilah. Karena penggabungan atom dan pergantian ‘arad{ tidak terjadi karena sendirinya (karena tabiatnya),  tetapi kehendak Tuhan semata. Kalau Tuhan menghendaki perubahan hukum yang kelihatannya menguasai jalannya alam, tentu bisa berubah dengan menggantikan apa yang biasanya ada dan meletakkan ‘arad{ yang baru sebagai ganti ‘arad{ yang sudah ada.
Di sinilah terjadi mu‘jizat. Mu‘jizat tidak lain hanyalah penyimpangan dari kebiasaan (keluarbiasaan : kharq al ‘adah). Jadi hukum kausalitas[2] (sebab musabab) tidak ada. Yang ada adalah pergantian fenomena, yang boleh jadi tetap macamnya sesuai kehendak Tuhan.
Pengingkaran hukum kaualitas ini kemudian menjadi dasar utama aliran Ash‘ariyah, sehingga aliran ini tidak segan-segan menuduh orang yang menganut hukum kausalitas dan menghubungkan kekuatan bekerja / mewujudkan kepada sebab-sebab lahir, seperti pendirian filosof-filosof dan materalis, telah menjadi kafir.
Golongan Ash‘ariyah memegangi teori atom bukan karena hasil penyelidikan akal, akan tetapi karena teori tersebut merupakan jalan terbaik untuk memperkuat paham yang dianutnya/ ditetapkannya. Keadaan inilah yang menyebabkan Ibn Rusyd menyayangkan sikap aliran Ash’ariah.
Itulah antara lain pengantar yang telah dibicarakan al-Baqillani. Akan tetapi amat disayangkan al-Baqillani mengharuskan orang lain mengikuti pendiriannya, sebab pengantar tersebut tidak dimuat dalam al-Qur’an maupun Hadits, sedangkan penyelidikan akal dapat berbeda-beda menurut perbedaan orangnya.
·       Perbuatan Manusia
Kalau bagi Ash’ari perbuatan manusia adalah diciptakan Tuhan seluruhnya, menurut al-Baqillani manusia mempunyai sumbangan efektif dalam perwujudan perbuatannya. Yang diwujudkan Tuhan ialah gerak yang terdapat dalam diri manusia, adapaun bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan oleh manusia sendiri. Dengan kata lain, gerak dalam diri manusia mengambil berbagai bentuk, duduk, berdiri, berbaring, berjalan dan sebagainya. Gerak sebagai genus (jenis) adalah ciptaan Tuhan, tetapi duduk, berbaring, berjalan dan sebagainya yang merupakan spectes (new’) dari gerak, adalah perbuatan manusia. Manusialah yang membuat gerak, yang diciptakan Tuhan itu, mengambil bentuk sifat duduk, berdiri dan sebagainya. Dengan demikian kalau bagi al-Ash‘ari daya manusia adalah kasb tidak mempunyai efek, bagi al-Baqillani daya itu mempunyai efek. Di antara buku-buku karyanya adalah I’jaz al-Qur’an, al-Milal wan Nihal, Tamhid al-Awail dan lain-lain
Dalam perbedaan faham al-Ash‘ari dengan al-Baqillani nampaknya yang lebih menuju kearah kebenaran adalah faham yang dibawa oleh al-Baqillani. Hal ini menunjukkan bahwa al-Baqillani mempunyai pandangan yang menjurus kepada faham Qadariyah sekaligus menyempurnakan faham yang dibawa oleh pendahulunya tersebut. Sementara al-Ash‘ari lebih menjurus kepada faham Jabariyah.[3]


[1] Celah cahaya, “TEOLOGI AL-BAQILLANI”, dalam http://hindajati.blogspot.com/2009/04/asyariyah-albaqillani.html (5 April 2009)
[2] Artinya sebab akibat ; bersifat menimbulkan akibat; suatu prinsip atau keyakinan bahwa setiap kejadian mempunyai  sebab dan dalam situasi yang sama. Sebab yang sama menimbulkan efek yang sama. Dalam tulisan Pius A Partanto, Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiyah Populer (Surabaya : Arkola, 1994), 318.
[3] Celah cahaya, “ASH‘ARIYAH AL-BAQILLANI”, dalam http://hindajati.blogspot.com/2009/04/asyariyah-albaqillani.html (5 April 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar