Translator

Rabu, 16 Oktober 2013

ISLAM DI SPANYOL

ISLAM DI SPANYOL
Di Bawah Kekuasaan al-Muluk  al-Tawa>if
Perpindahan kekhalifahan di Andalusia (spanyol) menjadi Dinasti dilatarbelakangi perebutan kekuasaan. Dinasti Umawiyah Akhirnya runtuh ketika Khalifah Hisyam III ibn Muhammad III yang bergelar al-Mu’ta>dd (1027-1031) disingkirkan oleh kelompok angkatan bersenjata. Para pemuka penduduk Cordova[1] segara meminta Umayyah ibn ‘Abd al-Rahman agar bersedia menduduki jabatan negara tertinggi tersebut, karena harus bersembunyi untuk meloloskan diri dari bahaya yang mengancam dirinya. Menyaksikan keadaan demikian, Wazi>r Abu al-Hazm ibn Jawhar mengumumkan penghapusan khilafah untuk selamanya karena dianggap tidak lagi ada orang yang layak memegang jabatan tersebut. Ketika dinasti Bani Umayyah hanya tinggal puing-puing kehancuran, sejarah andalusia memasuki episode baru dengan tampilnya kepemimpinan Muluk al-Tawa>if[2] atau Taifas yang berarti raja-raja golongan pada 1031.
Setelah kekuasaan islam terlepas dari pemarintahan Bani Umayyah dan pindah ke Muluk al-Tawa>if, kondisi umat islam di spanyol kembali mengalami pertikaian internal. Ironisnya, setiap ada perang saudara, ada yang maminta bantuan dari raja-raja Kristen, sehingga orang kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan.
Selanjutnya  umat islam di spanyol berada di bawah kekuasaan Dinasti Murabithu>n, Muwahhidu>n dan Bani ahmar atau Nashriyah. Ketika kekuasaan Bani Ahmar inilah pasukan kristen yang dipimpin Ferdinand dan Isabella berhasil menaklukkan umat islam pada tahun 1492 yang menandai berahirnya kekuasaan islam di tanah spanyol atau andalusia.[3]
Dinasti Murabithu>n ( 1086-1248 )
Sejarah berdirinya Dinasti Murabithu>n
Secara kronologis, berdirinya gerakan Murabithu>n diawali ketika seorang pemimpin suku lamtunah bernama Yahya ibn Ibrahim al-Jaddali melakukan ibadah haji ke tanah suci. Akibat perjalanan itu, dia menyadari akan perlunya suatu perbaikan dalam bidang agama bagi rakyatnya dalam perjalanan pulang. Di suatu tempat yang bernama nafis, dia bertemu dengan seorang guru sufi yang bernama Abdullah ibn Yasin al-Jazuli.[4] Dalam keterangan lain disebutkan bahwa dalam perjalanan pulang haji, Yahya bertemu dengan seorang alim yang bermadzhab Maliki yang bernama Abu Imran al-Fasi, dan atas petunjuknya Yahya mendapat guru dari Madzhab Maliki bernama Abdullah ibn Yasin al-Jazuli, dan selanjutnya Yahya memohon Ibn Yasin untuk bersedia mengajarkan agama yang benar kepada rakyatnya, orang-orang dari suku Lamtunah.
Dakwah yang disampaikan Ibn Yasin kurang mendapat sambutan dan hanya diikuti tujuh atau delapan orang saja, dua diantaranya adalah kepala suku Lamtunah bernama Yahya ibn Umar dan adiknya bernama Abu Bakr Ibn Umar. Oleh  sebab itu, Ibn Yasin mengajak pengikutnya kesebuah pulau di sinegal dan di sana mereka mendirikan ribath.[5] Di sinilah awal penamaan Murabithah, dan pengikutnya disebut Murabithun yang mempunyai pengikut dalam komunitas keagamaan.
Ketika jumlah mereka mencapai seribu orang, Ibn Yasin mulai memerintahkan untuk menyiarkan agama keluar ribath dan memberantas segala bentuk penyelewengan individu maupun penyelewengan penguasa yang memungut pajak terlalu tinggi. Dalam waktu sepuluh tahun jumlah pengikut Murabithun meningkat tajam, sehingga komunitas mereka menjadi gerakan politik yang menjadi gerakan jihad. Dengan diangkatnya Yahya Ibn Umar sebagai panglima militer, suku-suku bangsa di sahara ditaklukkan hingga ke daerah Wadi Dar’ah.
Setelah Yahya ibn Ibrahim al-Jaddali wafat pada 1056, kepemimpinan dipegang oleh ibn Yasin sendiri.[6] Abdullah Ibn Yasin dan pengikutnya (Murabithun) kemudian mengadakan penyerangan terhadap suku Berber lainnya yang mereka anggap sesat. Di bawah komando panglima Abu Bakar bin umar, suku Berber di sahara dan Maroko mereka serang, dan dalam pertempuran itu Ibn Yasin meninggal dunia (1059 M). Abu Bakar bin umar  selanjutnya memimpin gerakan ini hingga ia memindahkan ibu kota kekuasaannya dari kota kecil di sahara ke Marakisy pada 1070 M[7] dan gerakan itu juga dipimpin yusuf Ibn Tasyufin.[8]
Tatkala terjadi pertikaian diantara suku-suku yang ditinggalkannya di bagian selatan, kedua pemimpin itu berpisah (Abu Bakar bin umar dan yusuf Ibn Tasyufin). Abu bakar kembali ke sahara untuk mengambil keamanan dan ketertiban, sedangkan yusuf Ibn Tasyufin, melanjutkan upaya penaklukan ke wilayah utara.
Ketika Abu Bakar mendengar yusuf Ibn Tasyufin berhasil menguasai seluruh tanah Maghribi, dia kembali ke utara untuk mengambil kendali Murabithu>n. Akan tetapi, yusuf Ibn Tasyufin atas saran istrinya, Zaynab, hanya memberikan Abu Bakar limpahan hadiah tanpa menyinggung kepemimpinan Murabithun. Selanjutnya Abu Bakar kembali ke gurun sahara, kemudian melanjutkan ke Sudan hingga dia meninggal di sana pada 1087 M.
Sepeninggal Abu Bakar, yusuf Ibn Tasyufin membangun kota Marrakesh untuk di jadikan pusat pemerintahan, sementara upaya penaklukan terus dilakukan. Pada 1070 dia menguasai Fes. Delapan tahun kemudian menguasai Tangier. Selanjutnya, pada 1080-1082 meluaskan kekuasaan ke daerah Algeria, sehingga wilayah murabithu>n terbentang  dari pantai Afrika Utara sampai ke sinegal.
Kemajuan Dinasti Murabithu>n
Dinasti Murabithu>n mngalami kemajuan ketika di bawah pimpinan Yusuf Ibn Tasyfin, atas prestasi itu, Yusuf Ibn Tasyfin dimintai bantuan oleh Al-Mu’tamid, penguasa Bani Abbas di Sevilla[9] yang sedang terancam oleh kekuasaan Kristen, untuk menghadapi Al-Fonso VI. Akhirnya pertempuran terjadi di Al-Zallaqah pada 1086 M, dan Yusuf Ibn Tasyfin berhasil mengalahkan Al-Fonso VI, sekitar 20.000 pasukan musuh dibunuh dengan keji, merasa berpengalaman dan berhasil menghadapi musuh di Eropa, Yusuf Ibn Tasyfin dengan pasukannya kembali ke Eropa lagi pada 1090 M. Mereka bisa menguasai Granada,[10] Sevilla, dan kota-kota penting lainnya. Dengan demikian, Yusuf Ibn Tasyfin berhasil menguasai kerajaan muslim di Eropa kecuali Toledo.[11]
Atas keberhasilannya itu, Dinasti Murabithu>n kemudian mendaulat diri sebagai sebagai dinasti yang otonom, di mana penguasanya diberi gelar Amir al-Muslimin, namun masalah otoritas keagamaan, Murabithu>n masih tetep mengakui kekuasaan tertinggi pada Bani Abba>s di Baghdad.
Kemajuan Dinasti Murabithu>n tidak hanya perluasan wilayah, tetapi juga pada bidang yang lain, masjid dan istana megah di bangun di Marakisy. Selain itu dibangun masjid Ja’i Tlemsan, masjid Qairuwan di Fes, masjid agung Al-Jazair, dan lainnya. Keindahan dan keramaian kota Marakisy menarik kalangan luar memasuki ibu kota. Para seniman, sastrawan, penyair, arsitek bangunan, pedagang dan pengrajin berdatangan.
Kegemilangan Yusuf Ibn Tasyfin itu tidak begitu lama, karena pada 1107 dia wafat. Kemudian dia mewariskan kekuasaannya pada putranya bernama Ali ibn Yusuf berupa imperium yang sangat luas, mulai dari wilayah Maghrib, sebagian Afrika Utara hingga Spanyol Islam yang membentang ke utara sampai ke praha. Akan tetapi Ali tidak secakap ayahnya, kendati demikian Ali sering memimpin pasukan berjihat melawan Kristen yang belum dikuasai.[12]
Menurut sejarah, pemimpin Dinasti Murabithu>n berjumlah enam orang, empat yang pertama berhasil mengantarkan Dinasti Murabithu>n pada perkembangan dan kemajuan. Mereka adalah Abdullah bin Yasin, Abu Bakar bin Umar, Yusuf ibn Tasyfin dan Ali bin Yusuf. Sedang dua orang Amir berikutnya, Ibrahim Ibn Tasyfin dan Ishak Ibn Tasyfin tidak mampu mempertahankan kamajuan Dinasti Murabithu>n.[13]
3.Kemunduran Dinasti Murabithu>n
Sebenarnya tanda-tanda kemunduran Dinasti Murabithu>n mulai tampak sejak kepemimpinan Ali ibn yusuf , karena dia lebih berminat dalam bidang keagamaan, hingga pada masanya Ulama’ memperoleh kedudukan tinggi dan sangat berpengaruh pada pemerintahan serta bersikap keras terhadap penduduk yang bukan Islam. Lebih dari itu orang Yahudi di Spanyol dipaksa membayar pajak lebih tinggi, dengan dalih agar mereka dapat menjalankan agamanya dengan bebas, begitu pula dialami orang-orang kristen. Oleh karena itu mereka merasa senang tatkala tentara kristen akan membebaskannya dari tekanan Islam.
Ali sebagai pemimpin pemerintahan mulai tidak peduli dengan urusan negara, dia mulai berpuasa di siang hari dan malamnya bermujahadah, sikapnya lebih menampakkan kezuhudan, dan dia terpangaruh tokoh-tokoh fikih saat itu, hingga dia bagaikan boneka mainan.
Kondisi demikian berpengaruh dengan adanya kecenderungan para Fuqoha>’ yang mengkafirkan orang lain dan menumpuk harta, sampai mereka berani mengkafirkan Imam al-Ghozali. Yang lebih ekstrim lagi mereka mengeluarkan fatwa agar membakar kitab Al-ghozali, khususnya Ihya>’ Ulum al-Din. Tindakan tersebut didasarkan pada anggapan bahwa dalam kitab tersebut sebagian besar membahas ilmu kalam. Atas dasar itu para pejabat negara di arahkan agar dalam mengambil kebijakan harus berlandaskan pendapat dan fatwa Fuqoha>’ .
Dalam kondisi yang begitu buruk, pada 1118 M, kota Saragossa jatuh ke tangan Alfonso, raja arogan. Raja ini memperluas pengaruhnya hingga ke Spanyol selatan dengan melakukan ekspedisi militer pada 1125-1126. Ketika Ali ibn yusuf meninggal pada 1143, kekuasaan di wariskan pada puteranya, Ibrahim ibn Tasyfin yang kurang cakap seperti ayahnya.
Pada pemarintahan Ibrahim ibn Tasyfin, terjadi dua pemberontakan, yakni tahun 1144 dan 1145. Pada tahun ini Ibrahim ibn Tasyfin meninggal, dan digantikan saudaranya Ishaq Ibn Tasyfin. Bersamaan dengan itu, muncul gerakan Muwahhidu>n yang berhasil merebut kota Marrakesh pada 1147, gerakan Muwahhidu>n berhasil melumpuhkan Murabithu>n, sekaligus membunuh Ishaq Ibn Tasyfin. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Murabithu>n di Afrika Utara dan di gantikan Dinasti Muwahhidu>n.[14]
Dinasti Muwahhidu>n (1146-1235 M )
Sejarah berdirinya Dinasti Muwahhidu>n
Nama al-Muwahhidu>n yang berarti “orang-orang yang meng-esakan “ dinisbatkan pada kelompok gerakan yang mendasari lahirnya dinasti ini. Yakni mereka berpendapat Allah adalah Esa (ahad), tidak bisa digambarkan secara fisik sebagaimana kelompok mujassimi>n yang meyakini bahwa Tuhan itu memiliki anggota badan seperti manusia (antropomorphisme). Menurut pelopor Muwahhidu>n, kelompok mujassimi>n ini yakni penguasa Murabithu>n, dianggap kafir. Menurut analisis C.E.Boswort (1993: 52-53), al-Muwahhidu>n lahir untuk memprotes Madzhab Maliki yang kaku, berkat dakwah Murabithu>n. Dan muncul sebagai respon terhadap perkembangan sosial yang rusak pada akhir kekuasaan Murabithu>n.
Kemunculan al-Muwahhidu>n, bermula dari gerakan dakwah seperti Murabithun yang beralih menjadi gerakan politik dan reformasi sosial. Perbedaan keduanya adalah al-Muwahhidu>n diwarnai pemikiran teologi (ilmu kalam) sedang Murabithu>n diwarnai pemikiran fiqhiyah Malikiyah.
Gerakan dakwah al-Muwahhidu>n ini dipelopori oleh Muhammad ibn Tumart, yang kemudian bergelar al-Mahdi. Ia berasal dari kabilah Masmudah, Berber, suku Hargah di wilayah Sus Maghrib al-Aqsa. Dia adalah ulama’ besar yang pernah berguru di berbagai pusat ilmu pengetahuan, Spanyol dan Baghdad. Di suatu ketika ia diundang oleh Ali ibn Tasyfin (penguasa Murabithu>n), untuk berdebat dengan para fuqoha’ , yang berakhir ia diusir dari negerinya.
Di tempat yang baru, ia menarik banyak pengikut, kemudian ia memperbaiki organisasinya dengan menyusun sebuah buku tauhid, dan struktur organisasi yang membagi pengikutnya menjadi empat belas kelompok, yang masing-masing punya tugas khusus. Muhammad ibn Tumart dan para pengikutnya meneruskan dakwah ke Afrika Utara bagian barat seperti Sinegal, Ghana dan Nigeria. Dalam dakwahnya mereka banyak menyerang penguasa Murabithu>n karena d}olim dan tidak wajib ditaati, bahkan dilawan. Dan menurutnya, jika keadaan sosial semakin memburuk, maka mereka membutuhkan kedatangan al-Mahdi (sang penyelamat yang ditunggu-tunggu), untuk itu Muhammad ibn Tumart mengklaim sebagai al-Mahdi tersebut.[15]
Kemajuan  Dinasti Muwahhidu>n
Setelah merasa kuat dengan doktrin amar ma’ruf nahi munkar, Muhammad ibn Tumart mengadakan serangan ke ibu kota Murabithu>n di Marakisy, tetapi tidak berhasil. Dan selang beberapa waktu ia sakit dan meninggal dunia setelah mewasiatkan kepemimpinannya pada Abdul mu’min. Selanjutnya Abdul mu’min menerusakan pereluasan dakwah dan politik ke Tilimsan (1147 M), Fes, Cauta, Tangier, dan Aghmat. Marakisy dikepung lagi dan akhirnya dapat dijatuhkan. Kemudian ke Spanyol dan dapat menguasai sebagian wilayahnya. Ia melanjutkan perjalanannya ke Al-Jazair (1152 M), Tunisia (1158), dan Libia (1160 M), sejak inilah gerakan dakwah beralih menjadi politik.
Dinasti Muwahhidu>n berkuasa selama kurang lebih 122 tahun, di pimpin oleh 14 sultan. Mulai Abdu al-Mu’min (1130-1163 M ) sampai al-Wasiq (1266-1269 M ). Karena wilayah Dinasti Muwahhidun berdekatan dengan Spanyol, maka Afrika utara dapat lebih mudah berhubungan dengan Spanyol. Dinasti Muwahhidu>n mulai menerima peradaban-peradaban negara tetangga, menara masjid yang dibangun Sultan Yusuf Ya’kub tidak tertandingi indahnya, kota Rabbat di Maroko di perluas, dan rumah sakit dibangun, perekonomian pertanian maju, hasil pertanian dan industri diekspor sampai ke Asia Tengah dan India, serta membuat alat pencetak uang segi empat berukir.
Di dalam ilmu pengetahuan, lahirlah para ilmuan dengan karyanya, filosuf besar seperti Ibn Rusd, Musa bin Maimun dan Ibn Tufail. Di samping filosuf  Ibn Rusd juga dikenal ahli fiqh dan kedokteran, ia mengarang Tahafut-tahafut dan Bidayah al-Mujtahid . Dalam bidang tasawuf lahir Ibn Arabi dan Ibn Qasie. Dan dalam saintis Muslim lahir Al-Baitar ahli obat-obatan, dan Ibn al-Awan ahli pertanian.[16]
kemunduran Dinasti Muwahhidu>n
Kemunduran Dinasti Muwahhidu>n disebabkan antara lain karena luasnya wilayah kekuasaan, semantara penduduk sangat majmuk yang terdiri dari bangsa Barbar yang terkenal dengan sikapnya yang keras dan bengis. Wilayah yang luas ini, khususnya di wilayah Spanyol yang sulit dikontrol pemerintah pusat, sehingga akhirnya mudah dikuasai tentara Kristen yang mengalami kebangkitan politik.
Adapun penyebab yang menjadikan Dinasti Muwahhidu>n mengalami kehancuran adalah timbulnya berbagai pemberontakan di Afrika Utara yang menuntut kemerdekaan, seperti Bani Tilimsan. Namun yang langsung nerdampak adalah pemberontakan yang dilancarkan Bani Marin yang berhasil merebut Marakesh. Maka semua wilayah di Afrika Utara direbut Bani Marin, sedangkan wilayah di Spanyol di kuasai penguasa Kristen.[17]
Dinasti Bani Ahmar (1232-1292 M)
Pertumbuhan Dinasti Bani Ahmar
Setelah dinasti muwahiddu>n benar-benar lenyap dari Andalusia. Pasukan kristen memasuki Andalus, sepenuhnya akan tetapi sekalipun semua kota-kota yang ada di andalusia dikuasai oleh orang kristen tapi masih ada satu kota yang dikuasai orang islam yaitu Granad[18] yang dikuasai Bani Ahmar akan tetapi dinasti ini akan bertahan cukup lama yaitu berkuasa selama dua setengah abad dari tahun (1232-1292 M) selama itu pula Granada menjadi pusat riset dan perkembangan peradaban ilmuan muslim di barat sehingga Granada maju dan berkembang pesat, diantara kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan bani Ahmar Granada adalah seni Arsitektur, seperti bangunan istana Al-hamra dan Masjid Al-hamra yang sangat terkenal di dunia, pada masa dinasti ahmar dan tokoh yang terkenal dalam bidang sejarah yaitu Ibnu Bathutan (1304-1377 M) berasal dari tangier, yang berhasil menempuh perjalanan panjang mengelilingi dunia dan mampu mencatat penemuannya ke dalam sebuah buku yang dikenal dalam sebutan al-Muhadhdhab Rihlah Ibnu Buthutan, serta Ibnu al-Khotib yang berperan penting dalam melestarikan peninggalan sejarah tokoh lain yang tak kalah penting adalah Ibnu Kholdun dari Tunisia yang tinggal di Andalusia, selain sebagai sejarah Awan dia juga terkenal sebagai sosiologi muslim pertama dan perumus filsafat sejarah. Adpun Raja yang termasyhur pada masa Dinasti Bani Ahmar  adalah Muhammad V (755 H).
Kehancuran dinasti Bani Ahmar
Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu bahwa Granada merupakan benteng terakhir pertahanan umat Islam di Andalusia.  Sebab wilayah lainnya satu persatu di kuasai oleh orang kristen. Sehingga pada masa kekuasaan Bani Ahmar  banyak ancaman dan teror dari penguasa kristen tersebut. Ancaman itu semakin menjadi ketika terjadi persekutuan antara  wilayah Arogan dan Castille, melalui perkawinan Raja Ferdinand dengan Isabella dengan begitu kerajaan kristen semakin kuat dan semakin menyedot terhadap kekuatan Umat Isalam di Granada.[19] Akan tetapi serangan-serangan yang datang dari Ferdinand dan Isabella dapat dikalahkan oleh umat islam dibawah pinpinan Abul Hasan. Bahkan ia menolak membayar Upeti kepada penguasa Castille, seperti yang  dilakukan pada wilayah lain sebelumnya. Hal itu ditandai dengan diusirnya utusan Ferdinand  yang datang untuk untuk meminta upeti  tersebut. Utusan itu dihardik dan diusir  dengan kata-kata yang cukup pedas. “ katakan kepada penguasamu bahwa raja-raja Granada yang bersedia membayar upeti telah  meninggal sekarang tidak ada lagi melainkan pedang”. Dan Abul Hasan dapat menaklukkan kristen dan menduduki Zahra.[20]
Dengan dikuasainya kota Zahra raja ferdinand semakin berambisi serta ingin membalas dendam terhadap kekalahan tersebut dia melancarkan serangan mendadak terhadap istana hamra dan berhasil merebutnya. Dalam penyerangan itu  banyak wanita dan anak-anak yang meninggal dengan jatuhnya istana Hamra ketangan penguasa kristen. Pertanda akan runtuhnya kekuasaan Hamra.
Jatuhnya pusat-pusat Kekuasaan muslim di Andalusia menandai lenyapnya pusat peradaban islam di barat. Sejak saat itu, tidak ada lagi aktifitas keilmuan dan peradaban yang dilakukan, kecuali penancapan kekuasaan kristen yang semakin kuat dan perasaan dendam kristen (Reconnqulesto) terhadap umat Islam di seluruh dunia dengan melakukan berbagai ekspensi dan penjajahan, demi mengeruk keuntungan dan kekayaan dari negara-negara timur yang mayoritas muslim. Penjajahan itu terus berlanjut sehingga pada ke-20 M, kekuasaan Bani Ahmar hanya tinggal sejarah.

DAFTAR PUSTAKA
Choirul Rofiq, Ahmad, sejarah Peradaban Islam (Dari Masa Klasik Hingga Modern), Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009.
Munir, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah, 2010.
Nurhakim, Moh. Sejarah dan Peradaban Islam, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004.
http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja wali Pers, 2011.
http://faidiatthayyibi.blogspot.com/2011/08/mulutmu-beracundinasti-murobithun.html






[1] Cordova adalah ibu kota spanyol sebelum  islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim kota ini dibangun dan diperindah. Lihat Sejarah Islam di Spanyol dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/
[2] Menurut Dr. Badri Yatim MA, Muluk Al-Tawaif atau negara-nagara kecil yang diperintah oleh  raja-raja golongan berjumlah lebih dari tiga puluh negara yang berpusat di suatu kota seperti, Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Lihat Sejrah Islam di Spanyol dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/
[3] Ahmad Choirul Rofiq, sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern) (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 183-184.
[4] Ulama’ besar bermadzhab maliki dari maroko Utara, yang ditugaskan oleh Abu Amran al-Fasi untuk mendakwahkan agama  suku Berber, Sanhaja, dan  Maroko selatan. Lihat Sejarah Islam di Spanyol dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/
[5] Istilah Murabithun diambil dari kata Ribath yang berarti tempat peribadatan dan pengajian.
[6] Ahmad Choirul Rofiq, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 198.
[7] Moh.Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: universitas Muhammadiyah Malang, 2004), 112.
[8] Ahmad Choirul Rofiq, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 198.
[9] Sevilla dibangun pada masa pemerintahan Al-Muwahidun, pernah menjadi ibu kota indah bersejarah yang semula rawa-rawa. Kota ini berada dalam kekuasaan islam sekitar 500 tahun. Ada bangunan masjid yang dibangun tahun 1171 pada masa sultan Yusuf Abu Ya’kub, yang sekarang menjadi gereja santa maria dela sede. Lihat Sejarah Islam di Spanyol dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/.
[10] Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat islam di Spanyol. Posisi cordova diambil alih oleh Granada pada masa akhir pemerintahan islam. Lihat Sejarah Islam di Spanyol dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/.
[11] Toledo merupakan kota penting di eropa sebalum islam, Romawi menguasai kota ini dan di jadikan ibu kota kerajaan. Ketika Tariq ibn Ziad menguasai Toledo pada 712 M, Toledo di jadikan pusat kegiatan islam. Toledo jatuh dari islam direbut oleh Raja Al-Fonso VI dari Castilia, beberapa masjid peninggalan kini dijadikan Gereja. Lihat Sejarah Islam di Spanyol dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/.
[12] Ahmad Choirul Rofiq, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 202.
[13] Moh. Nurhakim, (Malang: universitas Muhammadiyah Malang, 2004), 112-113.
[14] Ahmad Choirul Rofiq, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 205.
[15] Asyroff, “Sejarah Islam di Spanyol” dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/.
[16] Asyroff, “Sejarah Islam di Spanyol” dalam http://asyroff.wordpress.com/sejarah-isalam/sejarah-islam-di-spanyol/.
[17] Ahmad Choirul Rofiq, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), 208.
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Raja wali Press, 2011), 99.
[19] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), 171.
[20] Faidi dalam http://faidiatthayyibi.blogspot.com/2011/08/mulutmu-beracundinasti-murobithun.html

Selasa, 15 Oktober 2013

Ilmu Pengetahuan dan Nilai

PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, terutama penidikan tinggi, boleh dikatan setiap waktu istilah ilmu selalu dikatakan dan suatu ilmu diajarkan. Tampaknya telah menjadi kelaziman bahwa sebutan yang dipergunakan ialah ilmu pengetahuan. Walaupun setiap saat diucapkan, dan dari waktu ke-waktu diajarkan, namun tidak banyak dilakukan pembahasan mengenai ilmu itu sendiri. Rupanya apa pengertian ilmu dengan sendirinya dapat dipahami tampa memerlukan keterangan lebih lanjut. Tetapi apabila harus memberikan perumusan yang tepat dan cermat mengenai pengertian ilmu, barulah orang akan merasa hal itu tidaklah begitu mudah. Hal ini sebenarnya sudah terlihat dalam penyebutan istilah ‘ilmu pengetahuan’ yang telah demikian lazim dalam masyarakat termasuk dunia perguruan tinggi yang sesungguhnya merupakan suatu penyebutan yang kurang tepat dan tidak cermat. Istilah ilmu pengetahuan merupakan suatu pleonasme, yakni pemakaian lebih daripada satu perkataan yang sama artinya. Untuk pengertian yang dicakup kata inggris science cukuplah disebut ilmu saja tampa penambahan perkataan pengetahuan.
PENGERTIAN ILMU
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karna itu, dalam memaknai istilah tersebut seseorang harus menegaskan atau sekurang-sekurangnya menyadari arti nama yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science is general).
Arti yang kedua dari ilmu, menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari suatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti suatu cabang ilmu khusus, seperti misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Istilah inggris science kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistemastis mengenai dunia fisis atau material (syintematic knowledge of the physical or material world).[1]
Istilah science juga sering dipakai untuk menunjuk gugusan ilmu-ilmu kealaman atau natural science. natural science inilah yang tampaknya dalam pendidikan Indonesia diterjemahkan menjadi ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Natural sciences terjemahannya yang lebih tepat adalah ilmu-ilmu kealaman. Tidaklah sama dengan ilmu alam dalam arti fisika (istilah inggrisnya physics), melainkan memiliki cakupan yang lebih luas dari pada fisika. Kemudian pembahasan selanjutnya mengenai ilmu terhadap ilmu seumumnya.
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-sekurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Di antara para filsuf dari berbagai dalam aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge). Seorang filsuf yang meninjau ilmu Jhon G. Kemeny juga memakai istilah ilmu dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantaraan metode ilmiah (all knowledge collected by means of the scientific method).[2]
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. [3]
SYARAT-SYARAT ILMU
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1.      Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2.      Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.      Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4.      Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.[4]
DEFINISI PENGETAHUAN
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia  of philoshopy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).[5]
Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa devinisi tentang pengetahuan. Menurut beberapa ahli sebagai berikut :
a.    Menurut Drs. Sidi Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan hasil tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran, dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
b.    Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Kemudian dalam artian luas adalah semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran, kepastian). Di sini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengalaman “sadar”. Karna sangat sulit melihat bagaimana persisnya suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksisten tanpa kehadiran eksisten itu di dalam dirinya.
c.    Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi.[6]
ILMU DAN PENGETAHUAN
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang sesuatu, atau bagian dari pengetahuan.[7] Menurut J.S. Badudu (1996:528) ilmu adalah : pertama, diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis, seperti ilmu agama yang berarti pengetahuan tentang ajaran agama atau teologi, ilmu bahasa berarti pengetahuan tentang hal-ikhwal bahasa atau tata bahasa. Kedua, ilmu diartikan sebagai kepandaian atau kesaktian, sebagai contoh dalam penggunaan kata yang kedua ini : sudah lama ia menuntut “ilmu” atau “kesaktian” dari jago tua itu. Dan orang yang banyak memiliki ilmu pengetahuan mengenai suatu ilmu disebut ‘ilmuan’ atau orang yang ahli dalam bidang tertentu.
Sedangkan Maufur (2008: 30), menjelaskan bahwa ilmu adalah sebagian dari pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu, artinya ilmu tentu saja merupakan pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Karna pengetahuan untuk dapat dikategorikan sebagai ilmu harus memenuhi beberapa persyaratan.
Menurut Maufur, beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh suatu pengetahuan untuk dapat masuk kategori sebagai ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :
·      Sistematis, yakni ada urutan dari awal hingga akhir, dan ada hubungan yang bermakna antara bagian-bagian atau fakta satu fakta dengan fakta lainnya yang tersusun secara runtut.
·      General, yaitu keumuman sifatnya yang bisa berlaku di manapun (lintas ruang dan waktu dengan keterbatasannya) berkaitan dengan keterbatasannya. Atau bisa juga disebut universal karna dapat dikomunikasikan kapan dan di manapun.
·      Rasional, maksudnya adalah bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaida-kaidah logika.
·      Objektif, adalah apa adanya mengungkap reaalitas yang s}ahih bagi siapa saja. Sesuatu sebagai sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui.
·      Menggunakan metode tertentu dalam mempertanyakan objek tertentu, mencari dan menemukan sesuatu sebagai kebenaran dan secara terus-menerus. Karna ilmu pengetahuan akan terus berkembang ketika ditemukan jawaban sekaligus memunculkan pertanyaan susulan, dan terus dicari jawabannya lagi.
·      Dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan argumentasi logis rasional, apalagi jika telah melalui eksperimen yang berulang kali.[8]
Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Alexander Bird tentang pendapat seorang ahli mengenai ilmu, yaitu William R. Overton, “a scientific has the following features :
·      It is guided by natural law.
·      It has to be explanatory by reference to natural law.
·      It is testable against the empirical world.
·      It is conclutions are tentative, i.e. are not secessarily the final word.
·      It is falsifiable”.[9]
Ada sebagian ahli yang berpendapat bahwa pengetahuan dengan ilmu tidaklah berbeda. Pengetahuan (knowledge) bagi mereka tak ubahnya sebagai ilmu (science), sehingga ilmu dengan pengetahuan tidaklah berbeda. Sebagian lagi memahami bahwa pengetahuan berbeda dengan ilmu atau ilmu pengetahuan atau penegetahuan ilmiah. Sebagaimana dinyatakan M. T{oyibi (1994 : 35), “pengetahuan ilmiah tidak lain adalah a higher level dalam perangkat pengetahuan manusia, dalam arti umum sebagaimana saksikan dalam kehidupan sehari-hari”.[10] Sedangkan dalam Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan disebutnya sebagai justified True Belief, yakni kepercayaan yang benar. Sedangkan menurut Amal Bahtiar (2005) pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. [11]
Menurut Maufur (2008: 26), pengetahuan adalah sesuatu atau semua yang diketahui dan dipahami atas dasar kemapuan kita berfikir, merasa, maupun mengindra, baik diperoleh secara sengaja maupun tidak sengaja. Pengetahuan menurut maufur adalah sesuatu yang diperoleh melalui berfikir, merasa dan mengindra. Mengindra yang dimaksud di sini adalah bisa dengan cara melakukan penelitian dan observasi, pengamatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Selanjutnya, Maufur menjelaskna bahwa pengetahuan merupakan seluruh keterangan dan ide yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaan yang dibuat mengenai suatu gejala/peristiwa, baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun individual. Dengan demikian, pengetahuan pada dasarnya merupakan keseluruhan penjelasan dan gagasan yang terkandung pada pernyataan-pernyataan berkaitan dengan gejala atau peristiwa yang mengandung fakta.[12]
Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri, pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai ilmu pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. “Sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia. Sedangkan agama memasuki pula daerah penjelajahan yang bersifat transcendental yang berada di luar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan itu sebab ilmu dalam tubuh pengetahuan yang disusunya memang tidak mencakup permasalahan tersebut. Atau jika kita memakai analogi computer maka komputer ilmu memang tidak diprogramkan untuk itu”.[13]
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari bahasa arab, ‘alima-ya’lamu, ‘ilman’. Yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu berasal dari kata science yang berasal dari kata scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui. Istilah ilmu dan sains menurut Mulyadhi Kartanegara (2003;1) tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau indrawi, sedangkan ilmu melampaui pada bidang-bidang nonfisik, seperti metafisika.
Menurut The Liang Gie (1996): 88) ilmu sebagai pengetahuan, aktifitas, atau metode merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian aktifitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu, yang akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiyah.[14]
Menurut W. Atmojo (1998: 324) ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.[15]
Adapun menurut Bahm (dalam Koento Wibisono, 1997) definisi ilmu pengetahuan melibatkan paling tidak enam macam komponen, yaitu masalah (problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution) dan pengaruh (effects).[16]
Secara khusus, Suparlan Suhartono (2005: 84) mengemukakan tentang perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil rujukan dari Webster’s Dictionary, Suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge), adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah dan mencakup kebenaran  umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pengetahuan memiliki cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu. Oleh karna itu keberadaan ilmu dan pengetahuan hendaknya tidak boleh dipisahkan, sama pentingnya bagi hidup dan kehidupan. Ilmu membentuk daya intelegensia, yang melahirkan adanya skill atau keterampilan yang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang kemudian melahirkan tingkah laku kehidupan manusia.
Sejalan dengan pandangan-pandangan para penulis di atas, bahwa ilmu dan pengetahuan memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Di mana ilmu adalah hasil dari pengetahuan, dan pengetahuan adalah hasil tahu (ilmu) manusia terhadap sesuatu objek yang dialaminya. Atau dengan kata lain, ilmu itu adalah rangkaian aktivitas manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya menghasilkan pengetahuan.
SIFAT ILMU PENGETAHUAN
Selama manusia mempunyai rasa ingin tahu, selama itulah pengetahuan akan terus berkembang. Akan tetapi, tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu. Ada beberapa sifat/kriteria yang mesti dipenuhi agar sebuah pengetahuan layak dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan, yaitu :
1.      Rasional, Ilmu pengetahuan didasarkan atas kegiatan berpikir secara logis dengan menggunakan rasa (nalar) dan hasilnya dapat diterima oleh nalar manusia.
2.      Objektif, Kebenaran yang dihasilkan suatu ilmu merupakan kebenaran pengetahuan yang jujur, apa adanya sesuai dengan kenyataan objeknya, serta tidak tergantung pada suasana hati, prasangka atau pertimbangan nilai pribadi. Objek dan metode ilmu tersebut dapat dipelajari dan diikuti secara umum. Kebenaran itu dapat diselidiki dan dibenarkan oleh ahli lain dalam bidang ilmu tersebut melalui pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran fenomena.
3.      Akumulatif, Ilmu dibentuk dengan dasar teori lama yang disempurnakan, ditambah, dan diperbaiki sehingga semakin sempurna. Ilmu yang dikenal sekarang merupakan kelanjutan dari ilmu yang dikembangkan sebelumnya. Oleh karenanya, ilmu pengetahuan bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final. Dengan demikian, ilmu pengetahuan bersifat dinamis danterbuka.
4.      Empiris, Kesimpulan yang diambil harus dapat dibuktikan melalui pemeriksaan dan pembuktian pancaindra, serta dapat diuji kebenarannya dengan fakta. Hal ini yang membedakan antara ilmu pengetahuan dengan agama.
5.      Andal dan Dirancang. Ilmu pengetahuan dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan dengan hasil yang dapat diandalkan. Selain itu, ilmu pengetahuan dikembangkan menurut suatu rancangan yang menerapkan metode ilmiah.[17]
PENGERTIAN NILAI
Nilai secara singkat dapat dikatakan, ‘perkataan nilai ‘ kiranya mempunyai macam makna seperti berikut mengandung nilai (berguna bagi kehidupan baik dalam masyarakat maupun kehidupan sehari- hari) merupakan nilai (baik , benar, indah, dapat membedakan apa-apa yang kita lihat rasa, dll) mempunyai nilai (merupakan obyek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap ‘setuju’ atau mempunyai nilai tertentu. Dan
memberi nilai (menggapai sesuatu hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu).
Suatu benda atau perbuatan dapat mempunyai nilai, dan berhubungan dengan itu, dapat dinilai. Hal- hal tersebut dapat mempunyai nilai karena mengandung nilai atau menggambarkan suatu nilai. Pernyataan nilai mempunyai nilai kebenaran, dan karena itu bernilai untuk pemberitahuan. Suatu lukisan mempunyai nilai keindahan, dan berhubung dengan itu, bernilai bagi mereka yang menghargai seni, seorang seniman memberi nilai kepada pernyataan- pernyataan yang benar dan pecinta keindahan memberi nilai kepada karya- karya seni.[ Kattsoff, louis o. hal 324 pengantar filsafat, tiara wacana, yogyakata. 2004.
  1. Pengertian tentang nilai
Untuk memahami pengertian nilai Max Scheler, saya mencoba untuk memisahakan terlebih dahulu dua sifat yang terdapat pada nilai (material danapriori), kendati Scheler tidak memisahakan pembahasan dua sifat nilai ini kedalam point-point seperti yang saya lakukan. Akan tetapi, di sini saya mencoba untuk memisahkannya guna memahami pandangannya mengenai nilai tetapi kita tetap diajak unutk mebacanya dalam satu kesatuan.
1.      Nilai Material. Nilai itu material. Material di sini bukanlah dalam arti “ada kaitan dengan materi” melainkan sebagai lawan dari formal, materi sebagai “berisi”. Ber-isi itu berartikualitas nilai tidak berubah dengan adanya perubahan pada barang atau pada pembawanya. Misalnya nilai itu selalu mempunyai isi “jujur”, “enak”, “kudus”, ”benar”, “sehat”, “adil”, yang semuanya itu berbeda dan masing-masing memiliki nilai. Contoh lain, misalnya: pengkhianatan seorang teman tidak mengubah nilai persahabatan. Nilai persahabatn tetap merupakan nilai persahabatan, tidak terpengaruh jika temanku berbalik mengkhianatiku.
2.      Nilai Apriori. Nilai merupakan kualitas apriori. Max Scheler mengatakan bahwa kebernilaian nilai itu mendahului pengalaman. Misalnya: apakah makanan tertentu enak atau tidak, harus kita coba dulu. Akan tetapi, bahwa “yang enak” merupakan sesuatu yang positif, sebuah nilai, dan bahwa yang bernilai “yang enak” dan bukan “yang enak’ itu tidak perlu kita coba dulu. Begitu juga kejujuran, keadilan; bahwa kejujuran, keadilan sendiri merupakan sebuah nilai yang kita ketahui secara langsung begitu kita menyadari apa itu kejujuran dan keadilan. maka, kejujuran dan keadilan pertama-tama bukanlah sebuah konsep mengenai kejujuran dan keadilan melainkan nilai kejujuran dan nilai keadilan.
KRITERIA NILAI
Kelima kriteria yang akan dibahas setidaknya dapat dilihat “semacam pengantar” untuk menunjukkan dan mengarahkan kita kepada hierarki nilai, yang akan dijelaskan pada point selanjutnya. Dengan menggunakan kriteria nilai ini, kita akan dibantu untuk  mengetahui mengapa ada hierarki nilai.
1.      keabadian nilai. Scheler melihat bahwa benda yang lebih bertahan lama (abadi) senantiasa lebih disukai dari pada yang sifatnya sementara dan mudah berubah. Keabadian tentunya tidak harus mengacu pada pengemban nilai. Misalnya, karya seni sastra yang bisa dikatakan memiliki nilai yang abadi, akan tetapi dengan sebatang korek api akan menghancurkan karya seni sastra. Maka dari itu, keabadian sebuah nilai lebih mengacu pada nilai. Scheler menegaskan bahwa “nilai yang terendah dari semua nilai sekaligus merupakan nilai yang pada dasarnya ‘fana’; nilai yang lebih tinggi dari pada semua nilai yang lain merupakan nilai yang abadi.”
2.      Sifat dapat dibagi-bagi. Ketinggian yang dicapai nlai berbanding terbalik dengan sifatnya yang dapat dibagi-bagi, yakni semakin tinggi derajatnya semakin kecil sifatnya untuk dapat dibagi-bagi. Dengan perbedaan derajat dan berdampak lanjut pada sifat nilai, maka dapat dikatakan bahwa benda material memisahkan orang, karena benda harus dimiliki, sedangkan benda spiritual menyatukan orang karena menjadi milik  bersama.  Hal ini mau mengatakan bahwa benda material dengan tingkat kederajatannya yang rendah sehingga memiliki sifat mudah dibagi akan berdampak juga pada personayang berada disekitar benda material tersebut, demikianpun sebaliknya dengan bendaspiritual yang memiliki kederajatannya tinggi sehingga sifatnya yang mudah dibagi-bagi dimimalisir maka benda spiritual dapat dinikmati bersama-sama.
3.      Dasar. Jika suatu nilai menjadi dasar bagi nilai yang lain, nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai yang lain. Dan bagi Scheler dasar nilai yang lebih tinggi dari nilai yang lain adalah nilai keagamaan
4.      Kedalaman kepuasan. Semakin dalam kepuasan dihasilkan semakin tinggilah nilai tersebut. Tetapi kepuasan bukan berarti suatu rasa nikmat melainkan merupakan pengalaman akan kepenuhan batin. Di samping itu juga kepuasan di sini tidak dihubungkan dengan kehendak. Kepuasan berbeda dengan pengalaman akan terwujudnya apa yang diinginkan dan diharapkan. Maka bentuk yang paling murni darikepuasan diberikan dalam perasaan penuh kedamaian dan dalam suatu perasaan yangsecara penuh memiliki suatu hal yang bernilai.
5.      Relativitas. Nilai terhadap suatu nilai yang absolut. Semakin kurang relatif suatu nilai, tingkatannya dalan hierariki semakin tinggi. Nilai yang tertinggi dari semua nilai adalah nilai mutlak.[18]
ILMU BEBAS NILAI
Ilmu-ilmu semakin berkembang dengan pesat, kemudian persoalannya adalah apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksudkan sebagaimana Josep Situmorong (1996) menyatakan bahwa bebas nilai, artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiyah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada tiga faktor sebagaimana indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu sebagaimana berikut.
a.    Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasharakatan lainnya.
b.    Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c.    Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karna nilai etis itu sendiri bersifat universal.[19]

DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Pers, 2011.
Bayu Endragupta, “Sifat Ilmu Pengetahuan Penjelasan Tentang  Hukum  Alam, dalam http://ml.scribd.com/doc/87442260/1-Tugas-Filsafat-Ilmu.
Bird, Alexander. Philosophy Of Science. Francis : e-Library, 2006
Gie, The Liang. Pengantar Filsafat ilmu. Yogyakarta : liberty, 1999.
M. Alhada, F.H, “Filsafat ilmu Pengetahuan”, dalam http://hadahabib.blogspot.com/2011/11/makalah-filsafat-ilmu-pengetahuan.html?zx=8b03b4f4595fc9d8 (11 November 2011).
Ryano tagung, “Mengelola Realitas Pluralitas Di Indonesia Darisudut Pandang Filsafat Nilai Max Scheler”, dalam http://ml.scribd.com/doc/22564210/Sumbangan-Filsafat-Nilai-Max-Scheler  (15 November 2009).
Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2011.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2010.
Surajiyo, Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010.



[1] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta : liberty, 1999), 86.
[2]  Ibid., 87.
[3] M. Alhada, F.H, “Filsafat ilmu Pengetahuan”, dalam http://hadahabib.blogspot.com/2011/11/makalah-filsafat-ilmu-pengetahuan.html?zx=8b03b4f4595fc9d8 (11 November 2011).
[4] M. Alhada, F.H, “Filsafat ilmu Pengetahuan”, dalam http://hadahabib.blogspot.com/2011/11/makalah-filsafat-ilmu-pengetahuan.html?zx=8b03b4f4595fc9d8 (11 November 2011).
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu(Jakarta : Rajawali Pers, 2011), 85.
[6]  Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu(Jakarta : Rajawali Pers, 2011), 85-86.
[7]  A. Susanto, Filsafat Ilmu ; Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011), 44.
[8] A. Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2011), 45-46.
[9] Alexander Bird, Philosophy Of Science (Francis : e-Library, 2006), 2.
[10] A. Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis(Jakarta : PT. Bumi Aksara), 46.
[11] Ibid., 46-47.
[12] Ibid., 47.
[13] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer(Jakarta : Pustaka Sinar Harapan), 105.
[14] The Liang gie, Pengantar Filsafat ilmu(Yogyakarta : liberty), 88.
[15] A. Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis(Jakarta : PT. Bumi Aksara), 47.
[16] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010), 57.
[17] Bayu Endragupta, “Sifat Ilmu Pengetahuan Penjelasan Tentang  Hukum  Alam, dalam http://ml.scribd.com/doc/87442260/1-Tugas-Filsafat-Ilmu.
[18] Ryano tagung, “Mengelola Realitas Pluralitas Di Indonesia Darisudut Pandang Filsafat Nilai Max Scheler”, dalam http://ml.scribd.com/doc/22564210/Sumbangan-Filsafat-Nilai-Max-Scheler  (15 November 2009).
[19] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010), 149.