PENDAHULUAN
Dalam dunia
pendidikan, terutama penidikan tinggi, boleh dikatan setiap waktu istilah ilmu
selalu dikatakan dan suatu ilmu diajarkan. Tampaknya telah menjadi kelaziman
bahwa sebutan yang dipergunakan ialah ilmu pengetahuan. Walaupun setiap saat
diucapkan, dan dari waktu ke-waktu diajarkan, namun tidak banyak dilakukan
pembahasan mengenai ilmu itu sendiri. Rupanya apa pengertian ilmu dengan
sendirinya dapat dipahami tampa memerlukan keterangan lebih lanjut. Tetapi
apabila harus memberikan perumusan yang tepat dan cermat mengenai pengertian
ilmu, barulah orang akan merasa hal itu tidaklah begitu mudah. Hal ini
sebenarnya sudah terlihat dalam penyebutan istilah ‘ilmu pengetahuan’ yang
telah demikian lazim dalam masyarakat termasuk dunia perguruan tinggi yang
sesungguhnya merupakan suatu penyebutan yang kurang tepat dan tidak cermat.
Istilah ilmu pengetahuan merupakan suatu pleonasme, yakni pemakaian lebih
daripada satu perkataan yang sama artinya. Untuk pengertian yang dicakup kata
inggris science cukuplah disebut ilmu saja tampa penambahan perkataan
pengetahuan.
PENGERTIAN ILMU
Istilah ilmu
atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu
mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karna itu, dalam memaknai istilah
tersebut seseorang harus menegaskan atau sekurang-sekurangnya menyadari arti
nama yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah
istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai
satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu
seumumnya (science is general).
Arti yang kedua
dari ilmu, menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari suatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti suatu cabang
ilmu khusus, seperti misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi.
Istilah inggris science kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus
yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistemastis mengenai dunia
fisis atau material (syintematic knowledge of the physical or material world).[1]
Istilah science
juga sering dipakai untuk menunjuk gugusan ilmu-ilmu kealaman atau natural
science. natural science inilah yang tampaknya dalam pendidikan Indonesia
diterjemahkan menjadi ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Natural sciences
terjemahannya yang lebih tepat adalah ilmu-ilmu kealaman. Tidaklah sama dengan
ilmu alam dalam arti fisika (istilah inggrisnya physics), melainkan
memiliki cakupan yang lebih luas dari pada fisika. Kemudian pembahasan
selanjutnya mengenai ilmu terhadap ilmu seumumnya.
Dari segi
maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada
sekurang-sekurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam
hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge).
Di antara para filsuf dari berbagai dalam aliran terdapat pemahaman umum bahwa
ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic
body of knowledge). Seorang filsuf yang meninjau ilmu Jhon G. Kemeny juga
memakai istilah ilmu dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan
perantaraan metode ilmiah (all knowledge collected by means of the
scientific method).[2]
Ilmu (atau ilmu
pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan
sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang
dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
epistemologi. [3]
SYARAT-SYARAT ILMU
Berbeda
dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab
sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut
sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1.
Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari
satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun
bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena
masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah
kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
2.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya,
harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal
dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis
berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.
Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan
suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan
logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh,
terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat
merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga
bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia.
Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus
tersedia konteks dan tertentu pula.[4]
DEFINISI PENGETAHUAN
Secara
etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge.
Dalam Encyclopedia of philoshopy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is
justified true belief).[5]
Sedangkan
secara terminologi akan dikemukakan beberapa devinisi tentang pengetahuan.
Menurut beberapa ahli sebagai berikut :
a.
Menurut Drs. Sidi Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui
atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan hasil tahu tersebut adalah hasil dari
kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
atau isi pikiran, dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu.
b.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki
yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif. Kemudian dalam artian luas adalah semua kehadiran internasional objek
dalam subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau
pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti
(kebenaran, kepastian). Di sini subjek sadar akan hubungan objek dengan
eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya
merupakan pengalaman “sadar”. Karna sangat sulit melihat bagaimana persisnya
suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksisten tanpa kehadiran eksisten itu di
dalam dirinya.
c.
Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan
dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi
pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi.[6]
ILMU DAN PENGETAHUAN
Adapun kata
ilmu (science) diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang sesuatu, atau
bagian dari pengetahuan.[7]
Menurut J.S. Badudu (1996:528) ilmu adalah : pertama, diartikan sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis, seperti ilmu
agama yang berarti pengetahuan tentang ajaran agama atau teologi, ilmu bahasa
berarti pengetahuan tentang hal-ikhwal bahasa atau tata bahasa. Kedua, ilmu
diartikan sebagai kepandaian atau kesaktian, sebagai contoh dalam penggunaan
kata yang kedua ini : sudah lama ia menuntut “ilmu” atau “kesaktian” dari jago
tua itu. Dan orang yang banyak memiliki ilmu pengetahuan mengenai suatu ilmu
disebut ‘ilmuan’ atau orang yang ahli dalam bidang tertentu.
Sedangkan
Maufur (2008: 30), menjelaskan bahwa ilmu adalah sebagian dari pengetahuan yang
memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu, artinya ilmu tentu saja merupakan
pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Karna pengetahuan untuk dapat
dikategorikan sebagai ilmu harus memenuhi beberapa persyaratan.
Menurut Maufur,
beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh suatu pengetahuan untuk dapat masuk
kategori sebagai ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut :
·
Sistematis, yakni ada urutan dari awal hingga akhir, dan ada
hubungan yang bermakna antara bagian-bagian atau fakta satu fakta dengan fakta
lainnya yang tersusun secara runtut.
·
General, yaitu keumuman sifatnya yang bisa berlaku di manapun
(lintas ruang dan waktu dengan keterbatasannya) berkaitan dengan
keterbatasannya. Atau bisa juga disebut universal karna dapat dikomunikasikan
kapan dan di manapun.
·
Rasional, maksudnya adalah bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah
bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaida-kaidah logika.
·
Objektif, adalah apa adanya mengungkap reaalitas yang s}ahih bagi siapa saja. Sesuatu sebagai sasaran yang dijadikan objek
untuk diketahui.
·
Menggunakan metode tertentu dalam mempertanyakan objek tertentu,
mencari dan menemukan sesuatu sebagai kebenaran dan secara terus-menerus. Karna
ilmu pengetahuan akan terus berkembang ketika ditemukan jawaban sekaligus
memunculkan pertanyaan susulan, dan terus dicari jawabannya lagi.
·
Dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan argumentasi logis rasional,
apalagi jika telah melalui eksperimen yang berulang kali.[8]
Sedangkan dalam
buku yang ditulis oleh Alexander Bird tentang pendapat seorang ahli mengenai
ilmu, yaitu William R. Overton, “a scientific has the following features :
·
It is guided by natural law.
·
It has to be explanatory by reference to natural law.
·
It is testable against the empirical world.
·
It is conclutions are tentative, i.e. are not secessarily the final
word.
·
It is falsifiable”.[9]
Ada sebagian
ahli yang berpendapat bahwa pengetahuan dengan ilmu tidaklah berbeda.
Pengetahuan (knowledge) bagi mereka tak ubahnya sebagai ilmu (science),
sehingga ilmu dengan pengetahuan tidaklah berbeda. Sebagian lagi memahami bahwa
pengetahuan berbeda dengan ilmu atau ilmu pengetahuan atau penegetahuan ilmiah.
Sebagaimana dinyatakan M. T{oyibi (1994 : 35), “pengetahuan ilmiah tidak lain adalah a
higher level dalam perangkat pengetahuan manusia, dalam arti umum
sebagaimana saksikan dalam kehidupan sehari-hari”.[10]
Sedangkan dalam Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan disebutnya sebagai justified
True Belief, yakni kepercayaan yang benar. Sedangkan menurut Amal Bahtiar
(2005) pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. [11]
Menurut Maufur
(2008: 26), pengetahuan adalah sesuatu atau semua yang diketahui dan dipahami
atas dasar kemapuan kita berfikir, merasa, maupun mengindra, baik diperoleh
secara sengaja maupun tidak sengaja. Pengetahuan menurut maufur adalah sesuatu
yang diperoleh melalui berfikir, merasa dan mengindra. Mengindra yang dimaksud
di sini adalah bisa dengan cara melakukan penelitian dan observasi, pengamatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh informasi yang diperlukan.
Selanjutnya, Maufur menjelaskna bahwa pengetahuan merupakan seluruh keterangan
dan ide yang terkandung dalam pertanyaan-pertanyaan yang dibuat mengenai suatu
gejala/peristiwa, baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun individual. Dengan
demikian, pengetahuan pada dasarnya merupakan keseluruhan penjelasan dan
gagasan yang terkandung pada pernyataan-pernyataan berkaitan dengan gejala atau
peristiwa yang mengandung fakta.[12]
Sedangkan
menurut Jujun S. Suriasumantri, pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap
apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu.
Dengan demikian, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh
manusia di samping berbagai ilmu pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama.
“Sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada
dalam lingkup pengalaman manusia. Sedangkan agama memasuki pula daerah
penjelajahan yang bersifat transcendental yang berada di luar pengalaman kita.
Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan itu sebab ilmu dalam tubuh pengetahuan yang
disusunya memang tidak mencakup permasalahan tersebut. Atau jika kita memakai
analogi computer maka komputer ilmu memang tidak diprogramkan untuk itu”.[13]
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN
Istilah ilmu
pengetahuan diambil dari bahasa arab, ‘alima-ya’lamu, ‘ilman’. Yang
berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu
berasal dari kata science yang berasal dari kata scienta dari
bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui.
Istilah ilmu dan sains menurut Mulyadhi Kartanegara (2003;1) tidak berbeda,
terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada
bidang-bidang fisik atau indrawi, sedangkan ilmu melampaui pada bidang-bidang
nonfisik, seperti metafisika.
Menurut The
Liang Gie (1996): 88) ilmu sebagai pengetahuan, aktifitas, atau metode
merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu adalah rangkaian aktifitas
manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu, yang akhirnya aktivitas
metodis itu menghasilkan pengetahuan ilmiyah.[14]
Menurut W.
Atmojo (1998: 324) ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.[15]
Adapun menurut
Bahm (dalam Koento Wibisono, 1997) definisi ilmu pengetahuan melibatkan paling tidak
enam macam komponen, yaitu masalah (problem), sikap (attitude),
metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution)
dan pengaruh (effects).[16]
Secara khusus,
Suparlan Suhartono (2005: 84) mengemukakan tentang perbedaan makna antara ilmu
dan pengetahuan. Dengan mengambil rujukan dari Webster’s Dictionary,
Suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge), adalah sesuatu yang
menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau
sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainya.
Sedangkan ilmu (science) di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang
pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat
fisis (natural). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pengetahuan
memiliki cakupan lebih luas dan umum daripada ilmu. Oleh karna itu keberadaan
ilmu dan pengetahuan hendaknya tidak boleh dipisahkan, sama pentingnya bagi
hidup dan kehidupan. Ilmu membentuk daya intelegensia, yang melahirkan adanya skill
atau keterampilan yang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang kemudian melahirkan tingkah
laku kehidupan manusia.
Sejalan dengan
pandangan-pandangan para penulis di atas, bahwa ilmu dan pengetahuan memiliki
keterkaitan satu sama lainnya. Di mana ilmu adalah hasil dari pengetahuan, dan
pengetahuan adalah hasil tahu (ilmu) manusia terhadap sesuatu objek yang
dialaminya. Atau dengan kata lain, ilmu itu adalah rangkaian aktivitas manusia
yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya menghasilkan
pengetahuan.
SIFAT ILMU PENGETAHUAN
Selama manusia
mempunyai rasa ingin tahu, selama itulah pengetahuan akan terus berkembang.
Akan tetapi, tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu. Ada beberapa
sifat/kriteria yang mesti dipenuhi agar sebuah pengetahuan layak dikategorikan
sebagai ilmu pengetahuan, yaitu :
1.
Rasional, Ilmu pengetahuan didasarkan atas kegiatan berpikir secara
logis dengan menggunakan rasa (nalar) dan hasilnya dapat diterima oleh nalar
manusia.
2.
Objektif, Kebenaran yang dihasilkan suatu ilmu merupakan kebenaran
pengetahuan yang jujur, apa adanya sesuai dengan kenyataan objeknya, serta
tidak tergantung pada suasana hati, prasangka atau pertimbangan nilai pribadi. Objek
dan metode ilmu tersebut dapat dipelajari dan diikuti secara umum. Kebenaran
itu dapat diselidiki dan dibenarkan oleh ahli lain dalam bidang ilmu tersebut
melalui pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran
fenomena.
3.
Akumulatif, Ilmu dibentuk dengan dasar teori lama yang
disempurnakan, ditambah, dan diperbaiki sehingga semakin sempurna. Ilmu yang
dikenal sekarang merupakan kelanjutan dari ilmu yang dikembangkan sebelumnya.
Oleh karenanya, ilmu pengetahuan bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak
dan final. Dengan demikian, ilmu pengetahuan bersifat dinamis danterbuka.
4.
Empiris, Kesimpulan yang diambil harus dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan dan pembuktian pancaindra, serta dapat diuji kebenarannya dengan
fakta. Hal ini yang membedakan antara ilmu pengetahuan dengan agama.
5.
Andal dan Dirancang. Ilmu pengetahuan dapat diuji kembali secara
terbuka menurut persyaratan dengan hasil yang dapat diandalkan. Selain itu,
ilmu pengetahuan dikembangkan menurut suatu rancangan yang menerapkan metode
ilmiah.[17]
PENGERTIAN NILAI
Nilai secara
singkat dapat dikatakan, ‘perkataan nilai ‘ kiranya mempunyai macam makna
seperti berikut mengandung nilai (berguna bagi kehidupan baik dalam masyarakat
maupun kehidupan sehari- hari) merupakan nilai (baik , benar, indah, dapat
membedakan apa-apa yang kita lihat rasa, dll) mempunyai nilai (merupakan obyek
keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap
‘setuju’ atau mempunyai nilai tertentu. Dan
memberi nilai (menggapai sesuatu hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu).
memberi nilai (menggapai sesuatu hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu).
Suatu benda
atau perbuatan dapat mempunyai nilai, dan berhubungan dengan itu, dapat
dinilai. Hal- hal tersebut dapat mempunyai nilai karena mengandung nilai atau
menggambarkan suatu nilai. Pernyataan nilai mempunyai nilai kebenaran, dan
karena itu bernilai untuk pemberitahuan. Suatu lukisan mempunyai nilai
keindahan, dan berhubung dengan itu, bernilai bagi mereka yang menghargai seni,
seorang seniman memberi nilai kepada pernyataan- pernyataan yang benar dan
pecinta keindahan memberi nilai kepada karya- karya seni.[ Kattsoff, louis o.
hal 324 pengantar filsafat, tiara wacana, yogyakata. 2004.
- Pengertian tentang nilai
Untuk memahami
pengertian nilai Max Scheler, saya mencoba untuk memisahakan terlebih dahulu
dua sifat yang terdapat pada nilai (material danapriori), kendati Scheler tidak
memisahakan pembahasan dua sifat nilai ini kedalam point-point seperti yang
saya lakukan. Akan tetapi, di sini saya mencoba untuk memisahkannya guna
memahami pandangannya mengenai nilai tetapi kita tetap diajak unutk mebacanya
dalam satu kesatuan.
1.
Nilai Material.
Nilai itu material. Material di sini bukanlah dalam arti “ada kaitan dengan
materi” melainkan sebagai lawan dari formal, materi sebagai “berisi”. Ber-isi
itu berartikualitas nilai tidak berubah dengan adanya perubahan pada barang
atau pada pembawanya. Misalnya nilai itu selalu mempunyai isi “jujur”, “enak”,
“kudus”, ”benar”, “sehat”, “adil”, yang semuanya itu berbeda dan masing-masing
memiliki nilai. Contoh lain, misalnya: pengkhianatan seorang teman tidak
mengubah nilai persahabatan. Nilai persahabatn tetap merupakan nilai
persahabatan, tidak terpengaruh jika temanku berbalik mengkhianatiku.
2.
Nilai Apriori. Nilai
merupakan kualitas apriori. Max Scheler mengatakan bahwa kebernilaian nilai itu
mendahului pengalaman. Misalnya: apakah makanan tertentu enak atau tidak, harus
kita coba dulu. Akan tetapi, bahwa “yang enak” merupakan sesuatu yang positif,
sebuah nilai, dan bahwa yang bernilai “yang enak” dan bukan “yang enak’ itu tidak
perlu kita coba dulu. Begitu juga kejujuran, keadilan; bahwa kejujuran,
keadilan sendiri merupakan sebuah nilai yang kita ketahui secara langsung
begitu kita menyadari apa itu kejujuran dan keadilan. maka, kejujuran dan
keadilan pertama-tama bukanlah sebuah konsep mengenai kejujuran dan keadilan
melainkan nilai kejujuran dan nilai keadilan.
KRITERIA NILAI
Kelima kriteria
yang akan dibahas setidaknya dapat dilihat “semacam pengantar” untuk
menunjukkan dan mengarahkan kita kepada hierarki nilai, yang akan dijelaskan pada point selanjutnya. Dengan menggunakan kriteria nilai ini, kita akan dibantu
untuk mengetahui mengapa ada hierarki
nilai.
1. keabadian nilai. Scheler melihat bahwa benda yang lebih
bertahan lama (abadi) senantiasa lebih disukai dari pada yang
sifatnya sementara dan mudah berubah. Keabadian tentunya tidak harus
mengacu pada pengemban nilai. Misalnya, karya seni sastra yang bisa
dikatakan memiliki nilai yang abadi, akan tetapi dengan sebatang korek api akan
menghancurkan karya seni sastra. Maka dari itu, keabadian sebuah nilai lebih
mengacu pada nilai. Scheler menegaskan bahwa “nilai yang terendah
dari semua nilai sekaligus merupakan nilai yang pada
dasarnya ‘fana’; nilai yang lebih tinggi dari pada semua nilai yang lain
merupakan nilai yang abadi.”
2. Sifat dapat
dibagi-bagi. Ketinggian
yang dicapai nlai berbanding terbalik dengan sifatnya yang dapat dibagi-bagi,
yakni semakin tinggi derajatnya semakin kecil sifatnya untuk dapat dibagi-bagi.
Dengan perbedaan derajat dan berdampak lanjut pada sifat nilai, maka dapat
dikatakan bahwa benda material memisahkan orang, karena benda harus dimiliki,
sedangkan benda spiritual menyatukan orang karena menjadi milik bersama.
Hal ini mau mengatakan bahwa benda material dengan tingkat
kederajatannya yang rendah sehingga memiliki sifat mudah dibagi akan berdampak
juga pada personayang berada disekitar benda material tersebut, demikianpun
sebaliknya dengan bendaspiritual yang memiliki kederajatannya tinggi sehingga
sifatnya yang mudah dibagi-bagi dimimalisir maka benda spiritual dapat
dinikmati bersama-sama.
3. Dasar. Jika suatu nilai menjadi dasar bagi nilai yang lain, nilai tersebut
lebih tinggi daripada nilai yang lain. Dan bagi Scheler dasar nilai yang lebih tinggi
dari nilai yang lain adalah nilai keagamaan
4. Kedalaman
kepuasan. Semakin dalam
kepuasan dihasilkan semakin tinggilah nilai tersebut. Tetapi kepuasan bukan
berarti suatu rasa nikmat melainkan merupakan pengalaman akan kepenuhan batin.
Di samping itu juga kepuasan di sini tidak dihubungkan dengan kehendak.
Kepuasan berbeda dengan pengalaman akan terwujudnya apa yang diinginkan dan
diharapkan. Maka bentuk yang paling murni darikepuasan diberikan dalam perasaan
penuh kedamaian dan dalam suatu perasaan yangsecara penuh memiliki suatu hal
yang bernilai.
5. Relativitas. Nilai terhadap suatu nilai yang absolut. Semakin kurang relatif
suatu nilai, tingkatannya dalan hierariki semakin tinggi. Nilai yang tertinggi
dari semua nilai adalah nilai mutlak.[18]
ILMU BEBAS NILAI
Ilmu-ilmu
semakin berkembang dengan pesat, kemudian persoalannya adalah apakah bebas
nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksudkan sebagaimana
Josep Situmorong (1996) menyatakan bahwa bebas nilai, artinya tuntutan terhadap
setiap kegiatan ilmiyah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu
sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak
secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada tiga
faktor sebagaimana indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu
sebagaimana berikut.
a.
Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari
pengaruh eksternal seperti faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur
kemasharakatan lainnya.
b.
Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan
terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan
diri.
c.
Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering
dituding menghambat kemajuan ilmu, karna nilai etis itu sendiri bersifat
universal.[19]
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Pers, 2011.
Bayu
Endragupta, “Sifat Ilmu Pengetahuan Penjelasan Tentang Hukum Alam, dalam http://ml.scribd.com/doc/87442260/1-Tugas-Filsafat-Ilmu.
Bird, Alexander.
Philosophy Of Science. Francis : e-Library, 2006
Gie, The Liang.
Pengantar Filsafat ilmu. Yogyakarta : liberty, 1999.
M. Alhada, F.H,
“Filsafat ilmu Pengetahuan”, dalam http://hadahabib.blogspot.com/2011/11/makalah-filsafat-ilmu-pengetahuan.html?zx=8b03b4f4595fc9d8 (11 November 2011).
Ryano tagung, “Mengelola
Realitas Pluralitas Di Indonesia Darisudut Pandang Filsafat Nilai Max Scheler”,
dalam http://ml.scribd.com/doc/22564210/Sumbangan-Filsafat-Nilai-Max-Scheler (15 November 2009).
Susanto, Filsafat
ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis.
Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2011.
Suriasumantri,
Jujun S. Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2010.
Surajiyo,
Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2010.
[1] The
Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta : liberty, 1999), 86.
[3] M.
Alhada, F.H, “Filsafat ilmu Pengetahuan”, dalam http://hadahabib.blogspot.com/2011/11/makalah-filsafat-ilmu-pengetahuan.html?zx=8b03b4f4595fc9d8 (11
November 2011).
[4] M. Alhada, F.H, “Filsafat ilmu Pengetahuan”, dalam http://hadahabib.blogspot.com/2011/11/makalah-filsafat-ilmu-pengetahuan.html?zx=8b03b4f4595fc9d8 (11 November 2011).
[5]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu(Jakarta : Rajawali Pers, 2011), 85.
[7] A. Susanto, Filsafat Ilmu
; Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis
(Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011), 44.
[8] A. Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian Dalam Dimensi
Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2011),
45-46.
[9] Alexander
Bird, Philosophy Of Science (Francis : e-Library, 2006), 2.
[10] A.
Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistimologis, dan Aksiologis(Jakarta : PT. Bumi Aksara), 46.
[11] Ibid.,
46-47.
[12] Ibid.,
47.
[13] Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer(Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan), 105.
[14] The
Liang gie, Pengantar Filsafat ilmu(Yogyakarta : liberty), 88.
[15] A.
Susanto, Filsafat ilmu : Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistimologis, dan Aksiologis(Jakarta : PT. Bumi Aksara), 47.
[16] Surajiyo,
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia(Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2010), 57.
[17] Bayu Endragupta, “Sifat Ilmu Pengetahuan Penjelasan Tentang Hukum
Alam,
dalam http://ml.scribd.com/doc/87442260/1-Tugas-Filsafat-Ilmu.
[18] Ryano tagung, “Mengelola Realitas Pluralitas Di Indonesia Darisudut Pandang
Filsafat Nilai Max Scheler”, dalam http://ml.scribd.com/doc/22564210/Sumbangan-Filsafat-Nilai-Max-Scheler (15 November 2009).
[19]
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia(Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2010), 149.
stafaband mp3
BalasHapusdownload lagu gratis
BalasHapus